TUGAS
FILSAFAT ISLAM
Musthofa
Fajri Ridho (1112070000124).
(Majid
Fakhry, Al-Farabi “Founder Of Islamic Neoplatonism”).
RESUME
Dari buku Majid Fakhry Al-Farabi
“Founder Of Islamic Neoplatonism” yang telah saya baca, saya dapat menyimpulkan
bahwa Al-Farabi adalah seorang ilmuwan dan filsuf Islam yang berasal dari Farab, Kazakhstan.
Ia juga dikenal dengan nama lain Abu Nasr al-Farabi. dalam
beberapa sumber ia dikenal sebagai Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan
Ibn Uzalah Al- Farabi, dan Ia juga dikenal di dunia barat sebagai Alpharabius, Al-Farabi, Farabi, dan Abunasir.
Ayahnya seorang opsir tentara Turki keturunan Persia,
sedangkan ibunya berdarah Turki asli. Sejak dini ia digambarkan memiliki
kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang
dipelajari. Pada masa awal
pendidikannya ini, al-Farabi belajar al-Qur’an,
tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama (fiqh, tafsir danilmu hadits) dan aritmatika dasar.
Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu islam
dan musik di Bukhara,
dan tinggal di Kazakhstan sampai umur 50. Ia pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu di sana selama 20
tahun.
Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal
di Baghdad, yaitu kira-kira pada tahun 920 M, al Farabi kemudian
mengembara di kota Harran yang terletak di utara Syria, dimana saat itu
Harran merupakan pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Ia kemudian belajar filsafat dari
Filsuf Kristen terkenal yang bernama Yuhana bin Jilad.
Tahun 940M, al Farabi melajutkan
pengembaraannya ke Damaskus dan bertemu dengan Sayf al Dawla al
Hamdanid, Kepala daerah (distrik) Aleppo, yang
dikenal sebagai simpatisan para Imam Syi’ah. Kemudian
al-Farabi wafat di kota Damaskus pada usia 80 tahun (Rajab 339 H/ Desember 950
M) di masa pemerintahan Khalifah Al Muthi’ (masih dinasti Abbasiyyah).
Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa
berbahasa Yunani,
ia mengenal para filsuf Yunani seperti Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik. Kontribusinya terletak di berbagai bidang
seperti matematika, filosofi, pengobatan,
bahkan musik. Al-Farabi telah menulis berbagai buku
tentang sosiologi dan sebuah buku penting dalam bidang
musik, Kitab al-Musiqa. Selain itu, ia juga dapat memainkan dan
telah menciptakan bebagai alat musik.
Al-Farabi dikenal dengan sebutan
"guru kedua" setelah Aristoteles,
karena kemampuannya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru
pertama dalam ilmu filsafat.
Dia adalah filsuf Islam pertama yang
berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat
politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di
dalam konteks agama-agama wahyu.
Al-Farabi hidup pada daerah otonomi di
bawah pemerintahan Sayf al Dawla dan
di zaman pemerintahan dinasti Abbasiyyah, yang berbentuk Monarki yang dipimpin oleh seorang Khalifah.
Ia lahir dimasa kepemimpinan Khalifah Mu’tamid (869-892 M) dan meninggal pada
masa pemerintahan Khalifah Al-Muthi’ (946-974 M) dimana periode tersebut
dianggap sebagai periode yang paling kacau karena ketiadaan kestabilan politik.
Dalam kondisi demikian, al-Farabi
berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan ide atau
pemikiran-pemikiran Yunani Kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah
negara pemerintahan yang ideal (Negara Utama).
Metafisika,
menurut al-Farabi dapat dibagi menjadi tiga bagian utama:
1. Bagian yang
berkenaan dengan eksistensi wujud-wujud, yaitu ontologi.
2. Bagian yang
berkenaan dengan substansi-substansi material, sifat dan bilangannya, serta
derajat keunggulannya, yang pada akhirnya memuncak dalam studi tentang “suatu wujud
sempurna yang tidak lebih besar daripada yang dapat dibayangkan”, yang
merupakan prinsip terakhir dari segala sesuatu yang lainnya mengambil sebagai
sumber wujudnya, yaiu teologi.
3. Bagian yang
berkenaan dengan prinsip-prinsip utama demonstrasi yang mendasari ilmu-ilmu
khusus. Ilmu filosofis tertinggi adalah metafisika karena materi subyeknya
berupa wujud non fisik mutlak yang menduduki peringkat tertinggi dalam hierarki
wujud. Dalam terminology religius, wujud non fisik mengacu kepada Tuhan dan malaikat.
Dalam terminology filosofis, wujud ini merujuk pada Sebab Pertama, sebab kedua,
dan intelek aktif.
Dalam kajian
metafisika salah satu tujuannya adalah untuk menegakkan tauhid secara benar.
Karena tauhid merupakan dasar dari ajaran Islam. Segala yang ada selain Allah
adalah makhluk, diciptakan (hadis). Tetapi bagaimana yang banyak keluar dari
yang Ahad memunculkan diskusi yang mendalam.
Epistimologi
menurut Al-Farabi, Epistemologi Farabian memiliki baik dari Neoplatonis dan
dimensi Aristotelian. Sebagian besar ilmuwan terdahulu telah disurvei dalam
pemeriksaan kita tentang metafisika Al-Farabi, dan dengan demikian perhatian
kita berubah sekarang untuk dimensi Aristotelian.
Epistemologi
Farabian memiliki baik Neoplatonis dan dimensi Aristotelian . Sumber terbaik
untuk klasifikasi Al-Farabi pengetahuan adalah Kitab nya Ihsa Al-‘Ulum. Karya
ini menggambarkan rapi keyakinan Al-Farabi, baik esoteris dan eksoteris.
Melalui mereka semua menjalankan stres Aristotelian utama pada pentingnya
pengetahuan. Dengan demikian Al-Farabi epistemologi, dari apa yang telah
dijelaskan dapat dikatakan ensiklopedis dalam jangkauan dan kompleks dalam
artikulasi , menggunakan kedua Neoplatonis dan suara Aristotelian.
Dari
pemikiran Al-Farabi tersebut dapat dilihat bahwa sejatinya dalam urusan
epistemologi (meski sangat dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles) khususnya
dalam hal logika, Al Farabi tetap memiliki pandangan tersendiri dalam
menguraikan hukum-hukum logika itu sendiri. Sehingga ia juga dikenal sebagai al
mu’allim ats tsaniy (guru
kedua) dalam dunia pemikiran Islam karena guru yang pertama adalah Aristoteles
yang sebelumnya telah menanamkan sebuah pakem logika.
Filsafat
Al-Farabi dapat dikelompokkan ke dalam Neoplatonis. Ia mensintesiskan buah
pikir dua pemikir besar, yakni Plato dan Aristoteles. Guna memahami pemikiran
kedua filsfuf Yunani itu, Al-Farabi secara khusus membaca karya kedua pemikir
besar Yunanni itu, yakni On the Soul sebanyak 200 kali dan Physics sampai 40
kali.
Al-Farabi pun
akhirnya mampu mendemonstrasikan dasar persinggungan antara Aristoteles dan
Plato dalam sejumlah hal, seperti penciptaan dunia, kekekalan ruh, serta
siksaan dan pahala di akhirat kelak. Konsep Farabi mengenai alam, Tuhan,
kenabian, esensi, dan eksistensi tak dapat dipisahkan antara keduanya. Mengenai
proses penciptaan alam, ia memahami penciptaan alam melalui proses pemancaran
(emanasi) dari Tuhan sejak zaman azali.
Menurut Al-Farabi,
Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya.
Al-Farabi mengungkapkan bahwa Tuhan itu Esa karena itu yang keluar dari-Nya
juga harus satu wujud. Sedangkan mengenai kenabian ia mengungkapkan bahwa
kenabian adalah sesuatu yang diperoleh nabi yang tidak melalui upaya mereka.
Jiwa para nabi telah siap menerima ajaran-ajaran Tuhan.
Sementara itu,
menurut Al-Farabi, manusia memiliki potensi untuk menerima bentuk-bentuk
pengetahuan yang terpahami (ma’qulat) atau universal-universal. Potensi ini
akan menjadi aktual jika ia disinari oleh ‘intelek aktif’. Pencerahan oleh
‘intelek aktif’ memungkinkan transformasi serempak intelek potensial dan obyek
potensial ke dalam aktualitasnya. Al-Farabi menganalogikan hubungan antara akal
potensial dengan ‘akal aktif’ seperti mata dengan matahari.
Menurutnya, mata
hanyalah kemampuan potensial untuk melihat selama dalam kegelapan, tapi dia
menjadi aktual ketika menerima sinar matahari. Bukan hanya obyek-obyek indrawi
saja yang bisa dilihat, tapi juga cahaya dan matahari yang menjadi sumber
cahaya itu sendiri. Terkait filsafat kenegaraan, Al-Farabi membagi negara ke
dalam lima bentuk. Pertama ada negara utama (al-madinah al-fadilah). Inilah
negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Bentuk negara ini dipimpin
oleh para nabi dan dilanjutkan oleh para filsuf. Kedua negara orang-orang bodoh
(al-madinah al-jahilah). Inilah negara yang penduduknya tidak mengenal
kebahagiaan.
Ketiga negara
orang-orang fasik. Inilah negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi
tingkah laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh. Keempat
negara yang berubah-ubah (al-madinah al mutabaddilah). Penduduk negara ini
awalnya mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki penduduk negara
utama, tetapi mengalami kerusakan. Kelima negara sesat (al-madinah ad-dallah).
Negara sesat adalah negara yang pemimpinnya menganggap dirinya mendapat wahyu.
Ia kemudian menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.
Hakekat wujud
menurut Al Farabi adalah terbagi menjadi dua bagian yaitu: Pertama Wujud yang
mumkin, atau wujud yang nyata karena lainnya (wajibul-wujud lighairihi), Wujud
yang mumkin tersebut menjadi bukti adanya sebab yang pertama (Tuhan), karena
segala yang mumkin harus berakhir kepada sesuatu wujud yang nyata dan yang
pertama kali ada. Dan Kedua Wujud Yang Nyata dengan sendirinya (Wajibul-wujud
li Dzatihi). Wujud ini adalah wujud yang tabiatnya itu sendiri menghendaki
wujud-Nya, la adalah sebab yang pertama bagi semua wujud. Wujud yang wajib tersebut
dinamakan Tuhan (Allah).
Pengertian
tentang Tuhan menurut pendapat Al Farabi adalah, Tuhan adalah wujud yang wajib,
wujud yang wajib itu merupakan sebab yang pertama dari dari segala wujud yang
mumkin (makhluq), oleh karena itu Tuhan adalah substansi yang Azali. Karena
Tuhan Maha Sempurna tidak ada yang lebih sempurna kecuali wujud-Nya, sehingga
tidak perlu sekutu bagi-Nya. Tuhan Maha Esa, Maha Sempurna, maka keesaan dan
kesempurnaan wujud-Nya tidak mungkin diwujudkan dalam definisi sebagaimana benda
sebab suatu definisi akan menghilangkan ke Esaan dan kesempurnaan wujud Tuhan,
Tuhan tidak lagi substansi yang tidak terbatas karena definisi akan membatasi
Tuhan yang Mutlak.
Emanasi adalah
teori tentang keluarnya sesuatu yang wujud mumkin (alam makhluk) dari Dzat yang
wajibul wujub (Dzat yang Mesti Adanya/Tuhan). Teori Emanasi disebut juga teori
“urut-urutan wujud”
Kebahagiaan yang
hakiki menurut Al-Farabi dapat dicapai apabila jiwa seseorang telah mencapai
kesucian yang sebenar-benarnya sehingga ia mampu berkomunikasi dengan sang
pencipta. Pencipta dari segala sesuatu yang ada dan tiada.
Teori Politik
Pemikiran Al-Farabi tentang politik erat kaitannya dengan pemikirannya tentang
falsafat kenabian . Uraian lengkap tentang falsafat politik al - Farabi ada
dalam bukunya yang berjudul ( model city ) .
Kota layaknya
sebuah tubuh manusia yang terdiri dari bagian - bagian di mana yang satu dengan
yang lainnya memiliki hubungan yang erat serta memiliki fungsi - fungsi
tertentu yang harus dijalankan untuk kepentingan seluruh tubuh . Demikian pula
hal nya dengan kota ( masyarakat ) , di mana di dalamnya masing - masing
anggota harus diberikan pekerjaan sesuai dengan kesanggupannya masing - masing
.
Adapaun
pekerjaan terpenting dalam masyarakat adalah pekerjaan kepala masyarakat yang
dalam tubuh manusia diumpamakan dengan pekerjaan akal . Kepalalah sumber dari
segala macam aturan dan keharmonisan dalam masyarakat . Sehingga ia harus
memiliki persyaratan - persyaratan seperti ; memiliki tubuh yang sehat kuat dan
pintar , cinta kepada ilmu pengetahuan dan keadilan .
Ia harus
memiliki akal dalam tingkat ketiga , akal mustafad ( acquired intellect ) yang
telah dapat mengadakan komunikasi dengan akal kesepuluh pengatur bumi kita .
Sebai - baiknya kepala adalah Nabi atau Rasul . Sehingga kepala yang mirip
inilah yang dapat mengadakan peraturan yang baik dan menguntungkan bagi
masyarakat , sehingga masyarakat menjadi makmur dan baik , di mana semua
anggota masyarakat memperoleh kesenangan , karena hak - hak mereka benar - benar
ditunaikan dan diperhatikan .
Tugas kepala
negara bukan hanya mengatur negara dan pemerintahan , tetapi lebih dari itu
meeka berkewajiban untuk mendidik masyarakat manusia sampai memiliki akhlak
yang baik.
Bila sifat-sifat
yang dekat dan menyerupai para Nabi dan Rasul tak ada dalam satu orang , tetapi
dalam beberapa orang , maka tugas kenegaraan diserahkan kepada mereka , dan
diantara mereka harus ada yang memiliki sifat filosof , adil dan sebagainya .
Manusia bersifat
sosial , tak dapat hidup sendiri , kesenangan manusia dapat dicapai hanya dalam
hidup bermasyarakat dan semua bekerja sama untuk kepentingan bersama .
Salah satu teori
yang dikemukakan oleh Al-Farabi adalah teori tentang negara dan warga negara.
Seperti yang kita ketahui, bahwa syarat utama sebuah negara terbentuk adalah
adanya batas wilayah, rakyat, pemerintahan dan pengakuan dari negara lain.
Dalam mewujudkan adanya system yang baik maka setiap negara haruslah memiliki
kemampuan dalam memenuhi kebutuhannya seperti sandanga, papan, pangan, dan
keamanan. Tetapi hal itu tidaklah mudah bagi suatu negara untuk bisa langsung
menemukan semua kebutuhan secara langsung. Sebuah negara memerlukan sebuah
sistem yang baik dan memadahi yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
semua unsur dalam negara tersebut.
Selain seorang
ilmuwan, Al-Farabi juga seorang seniman. Dia mahir memainkan alat musik dan
menciptakan beragam instrumen musik dan sistem nada Arab yang diciptakannya
hingga kini masih tetap digunakan musik Arab. Dia juga berhasil menulis Kitab
Al-Musiqa – sebuah buku yang mengupas tentang musik. Bagi Al-Farabi, musik juga
menjadi sebuah alat terapi.
Sebagai seorang
filsuf, Al-Farabi adalah yang pertama untuk memisahkan filsafat dari teologi. Sulit
untuk menemukan seorang filsuf baik di dunia Muslim dan Kristen dari Abad
Pertengahan dan seterusnya yang belum dipengaruhi oleh pandangannya . Dia
percaya dalam Mahatinggi yang telah menciptakan dunia melalui pelaksanaan
intelijen seimbang . Ia juga menegaskan fakultas rasional yang sama untuk menjadi
satu-satunya bagian dari manusia yang abadi, dan dengan demikian ia ditetapkan
sebagai tujuan manusia terpenting perkembangan yang fakultas rasional. Dia
memberi jauh lebih memperhatikan teori politik dibandingkan dengan filsuf Islam.
Kemudian dalam
karyanya, Al-Farabi ditetapkan dalam mode Platonis kualitas yang diperlukan
untuk penguasa, ia harus cenderung memerintah dengan kualitas yang baik dari
karakter asli dan menunjukkan sikap yang benar untuk aturan tersebut . Di
jantung filsafat politik Al-Farabi adalah konsep kebahagiaan di mana orang
bekerja sama untuk mendapatkan kepuasan. Dia mengikuti contoh Yunani dan
peringkat tertinggi kebahagiaan dialokasikan untuk berdaulat idealnya yang
jiwanya adalah bersatu seolah-olah dengan Intelek Aktif. Oleh karena itu Farabi
menjabat sebagai sumber yang luar biasa aspirasi intelektual dari abad
pertengahan dan membuat kontribusi besar untuk pengetahuan pada zamannya,
membuka jalan bagi filsuf kemudian dan pemikir dari dunia Muslim.
Al-Farabi juga
berpartisipasi dalam menulis buku tentang sosiologi Muslim awal dan sebuah buku
penting pada musik berjudul Kitab Al-Musiqa (The Book of Music) yang pada
kenyataannya sebuah studi tentang teori musik Persia pada zamannya, meskipun di
Barat telah diperkenalkan sebagai sebuah buku tentang musik Arab. Ia menemukan
beberapa alat musik, selain memberikan kontribusi bagi pengetahuan catatan
musik. Telah dilaporkan bahwa ia bisa memainkan alat musiknya dengan baik untuk
membuat orang tertawa atau menangis di akan. Risalah Makna Al-Farabi tentang
Akal berurusan dengan terapi musik, di mana ia membahas efek terapi musik di
jiwa .
Al-Farabi
melakukan perjalanan ke banyak negeri-negeri jauh sepanjang hidupnya dan
mendapat banyak pengalaman, karena karya-karya dan pemahaman yang ia buat
begitu banyak kontribusi yang dia masih diingat dan diakui. Meskipun menghadapi
banyak kesulitan, ia bekerja dengan penuh dedikasi dan membuat namanya di
kalangan para ilmuwan populer sejarah. Dia meninggal di Damaskus pada 339 H /
950 M pada usia 80 tahun.
REFERENSI : Buku Majid Fakhry, Al-Farabi “Founder Of Islamic Neoplatonism
Tidak ada komentar:
Posting Komentar